BANDA ACEH – Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh mempertanyakan teknis wawancara dalam proses rekrutmen Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) yang dilakukan Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh. Iskandar mempertanyakan soal-soal wawancara yang dinilai tidak memiliki relevansi dengan tugas seorang PPK.
“Di dalam wawancara ditanyakan siapa nama suami, siapa nama camat, siapa nama Kapolsek, siapa yang rekom kamu? Apakah itu juknis yang disampaikan KPU dalam proses wawancara?” Tanya Iskandar, Selasa, 3 Januari 2023, dalam rapat koordinasi (rakor) terkait kesiapan KIP Aceh dalam menggelar Pemilu tahun 2024.
Rakor yang dilaksanakan di ruang Badan Musyawarah (Banmus) DPR Aceh tersebut turut membahas sejumlah persoalan, termasuk terkait dualisme pekerjaan anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan PPS, Rapat koordinasi ini dipimpin langsung Ketua Komisi I DPR Aceh, Iskandar Usman Alfarlaky dan dihadiri jajaran anggota Komisi I seperti Tgk H Irawan Abdullah, S.Ag, Tgk H Attarmizi Hamid, Tezar Azwar, B.Sc., M.Sc, dan Drs H Taufik, MM.
Sementara dari KIP Aceh hadir Ketua Syamsul Bahri, Tharmizi, Tgk Akmal Abzal, Ranisah, Munawarsyah, serta Sekretaris KIP Aceh Mukhtaruddin. Hadir pula dalam rakor tersebut perwakilan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Gampong (DPMG) Aceh serta Koordinator Provinsi Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat (P3MD) Aceh Zulfahmi Hasan.
Iskandar mengatakan pihaknya mendapat laporan terkait teknis wawancara seperti ini. Hal tersebut turut menjadi tanda tanya dari pihak Komisi I yang dinilainya tidak memiliki korelasi dengan penyelenggaraan Pemilu. “Ini laporan yang masuk, bukan mengada-ngada,” ungkapnya.
Iskandar mengaku sengaja memanggil TPP Kemendes dalam rakor bersama KIP Aceh untuk mengonfirmasi aturan-aturan soal pendamping desa yang lolos menjadi anggota PPK. Di sisi lain, menurutnya, ada calon peserta yang dinilai profesional dan lulusan S1 justru gagal lolos menjadi anggota PPK.
Dia berharap KIP dapat profesional dalam melaksanakan tahapan Pemilu. Iskandar juga mempertegas surat edaran Kemendagri terutama ayat (3) yang ditujukan kepada gubernur, bupati dan wali kota terkait izin melibatkan ASN atau perangkat desa sebagai penyelenggara Pemilu di daerah tertinggal dan terluar. “Ini bagaimana penjelasannya? Kalau kita pahami ‘terluar’, inikan berarti daerah-daerah terpencil, seperti yang disampaikan tadi tidak ada lulusan SMA di situ,” kata Iskandar lagi.
Di sisi lain, Iskandar juga menekankan adanya UU yang mengatur tentang tidak boleh adanya duplikasi anggaran pada APBN dan APBA, dalam kasus pekerjaan ganda pendamping desa yang lulus PPK. “Bagi KIP tidak masalah, bagi Pendamping Desa bermasalah nggak? Laporan yang masuk ke kami, terdapat sekitar 120 orang tenaga pendamping desa yang lolos menjadi anggota PPK,” tambah Iskandar.
Selanjutnya, Iskandar turut mempertanyakan terkait dugaan permainan dalam verifikasi partai politik nasional serta lokal di Aceh. Dugaan ini menurutnya diterima Komisi I sehingga patut dikonfirmasi langsung ke KIP Aceh. []
Discussion about this post