BANDA ACEH — Pemerintah Aceh menjawab kritikan DPRA soal kebijakan pembatasan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dikeluarkan Penjabat (Pj) Gubernur Aceh melalui surat edaran pada akhir Desember 2022 lalu. Kritikan DPRA disampaikan dalam rapat koordinasi pengendalian dan pendistribusian jenis BBM di Aceh, Kamis 3 Januari 2023.
DPRA menilai kebijakan pembatasan subsidi BBM justru membuat warga Aceh kian kesulitan mendapatkan BBM bersubsidi.
Asisten 2 Sekretariat Daerah (Setda) Aceh Mawardi, dalam rapat koordinasi tersebut menyampaikan penerbitan surat edaran Pj Gubernur terkait pembatasan BBM bersubsidi di Aceh berawal dari niat baik menyikapi kondisi yang terjadi di nyaris setiap SPBU yang ada di Aceh.
Dia bahkan turut mencontohkan kejadian adanya antrian kendaraan di SPBU Lingke hingga mengular sampai gerbang keluar pintu kantor Gubernur Aceh beberapa waktu lalu. “Kalau kita masih bisa antri, tetapi bagaimana kalau ambulans yang mau lewat? Itu tidak bisa,” kata Mawardi.
Mawardi bahkan menilai SE yang dikeluarkan Pj Gubernur Aceh tidak sampai menuai reaksi seperti kebijakan mengeluarkan stiker pengguna BBM subsidi pada masa pemerintahan yang lalu. Mawardi mengakui setiap kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengatasi kelangkaan BBM subsidi, selalu saja ada oknum-oknum yang mampu mencari celah untuk menggunakan bahan bakar subsidi secara tidak wajar.
“Dengan bermacam cara yang dilakukan oleh para pihak tersebut, apakah dengan memodifikasi tangki minyak, atau bahkan tugasnya hanya menjemput BBM dari SPBU kemudian stok kepada mereka, dan itu terekam dari kawan-kawan di Pertamina dengan nomor plat yang sama, satu hari empat kali mondar mandir tugasnya hanya jemput-jemput BBM itu,” ungkap Mawardi
Menurut Mawardi, hal seperti inilah yang kemudian membuat BPH Migas mengambil sikap untuk mengikat MoU dengan Polri untuk melakukan pengawasan yang ketat, dalam hal penyaluran BBM bersubsidi.
Sementara terkait kebijakan pemberlakuan barcode di SPBU, menurut Mawardi, dilakukan untuk mengantisipasi agar tidak semua orang yang tidak berhak dapat menggunakan BBM bersubsidi.
“Tapi ada saja celah-celah yang lemah, yang dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu,” kata Mawardi lagi.
Sebelumnya, dalam rapat itu Ketua DPRA Saiful Bahri mempertanyakan kebijakan pembatasan subsidi BBM yang dikeluarkan Penjabat (Pj) Gubernur Aceh melalui surat edaran pada akhir Desember 2022 lalu.
“Ini saya rasa monopoli juga (terkait SE pembatasan subsidi yang dikeluarkan Pj Gubernur Aceh),” kata Ketua DPR Aceh, Saiful Bahri atau akrab disapa Pon Yaya saat memimpin rapat tersebut.
Rapat koordinasi ini berlangsung di ruang Badan Anggaran DPR Aceh, Kamis, 5 Januari 2023. Hadir dalam rapat ini Kepala Seksi Pembinaan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh, Ir Eulis Yesika, Asisten 2 Sekretariat Daerah (Setda) Aceh Ir Mawardi, Kepala Biro Ekonomi Setda Aceh Amirullah, SE., M.Si, Ak, dan Kasi Perkembangan Usaha Migas Dinas ESDM Aceh, Zulfikar, ST, M.Si.
Ikut serta dalam rapat koordinasi tersebut Sales Area Manager Retail Pertamina Aceh, Arwin Nugraha, dan Sales Branch Manager Rayon I Aceh PT Pertamina Patra Niaga, Staleva Putra Githa Daulay.
Sementara dari pihak DPR Aceh, selain Saiful Bahri, rapat koordinasi tersebut juga dihadiri Ketua Fraksi Partai Aceh Tarmizi, SP, Ketua Komisi II Ridwan Yunus, Sekretaris Komisi III Azhar Abdurrahman, dan Anggota Komisi III DPR Aceh Mawardi, M.Sc.
Pada kesempatan tersebut, Ketua DPR Aceh mempertanyakan landasan pihak eksekutif sehingga lahirnya Surat Edaran (SE) Pj Gubernur Aceh yang membatasi penggunaan BBM subsidi jenis solar. Surat tersebut belakangan marak beredar di media massa dan mendapat sorotan dari publik di Aceh. Apalagi dengan keluarnya SE tersebut pada 27 Desember 2022 dinilai belum dapat mengatasi menumpuknya kendaraan, di hampir rata-rata SPBU penyedia solar bersubsidi yang ada di Aceh.
Terkait hal ini, Saiful Bahri selaku pimpinan di DPR Aceh turut berharap Pemerintah Aceh maupun Pemerintah Pusat mau bergandengan tangan bersama legislatif dalam melahirkan sebuah aturan. Apalagi hal tersebut menyangkut hajat hidup orang banyak, sehingga keberadaan DPR Aceh tidak boleh dikesampingkan begitu saja.
Dalam kesempatan yang sama, Saiful Bahri turut mempertanyakan birokrasi administrasi surat menyurat yang dikirimkan ke komisi-komisi oleh pihak kepolisian di Aceh tanpa sepengetahuan Ketua DPR Aceh. Anehnya lagi surat yang dinilai keliru tersebut menjadi rujukan eksekutif mengeluarkan SE Pj Gubernur Aceh terkait pembatasan BBM Subsidi jenis solar. []
Discussion about this post