BANDA ACEH – Tragedi Simpang KKA adalah insiden penembakan oleh tentara yang menewaskan puluhan orang pada 3 Mei 1999 di Simpang KKA, Aceh Utara. Setelah puluhan tahun, akhirnya pemerintah mengeluarkan pernyataan yang mengakui bahwa tragedi Simpang KKA sebagai pelanggaran HAM berat.
Dokumen ‘Ringkasan Eksekutif Laporan Penyelidikan Pelanggaran HAM yang Berat Peristiwa Simpang KKA Aceh’ menyebutkan detail peristiwa itu. Laporan tersebut diteken Ketua Tim Ad Hoc Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Peristiwa di Aceh (SIMPANG KKA) DR. Otto Nur Abdullah pada 14 Juni 2016 lalu.
Dalam laporan itu dijelaskan, peristiwa itu bermula saat warga Dusun Uleetutu, Desa Lancang Barat, Kecamatan Dewantara, Aceh Utara menggelar peringatan 1 Muharam pada 1 Mei 1999. Kegiatan itu diisi dengan dakwah Islamiyyah yang dimulai sekitar pukul 20.00 WIB hingga pukul 24.00 WIB.
Ketika dakwah berlangsung, seorang anggota Detasemen Arhanud Rudal 001 Pulo Rungkon (Den Arhanud Rudal 001) bernama Adityawarman diduga hilang karena diculik. Keesokan paginya, tiga truk reo berisi anggota Den Arhanud Rudal 001 menyisir kampung Lancang Barat dan Cot Murong.
Dalam penyisiran itu, prajurit Den Arhanud Rudal 001 disebut melakukan interogasi disertai kekerasan terhadap warga desa. Setelah penyisiran tidak membuahkan hasil, tentara kembali ke markas.
Dua jam berselang atau sekitar pukul 10.00 WIB, serdadu kembali ke Desa Lancang Barat dengan menggunakan seragam dan persenjataan lengkap. Prajurit TNI itu disebut kembali menyisir wilayah tersebut.
“Pada penyisiran kali ini ada tiga warga yang ditangkap. Penangkapan warga ini dilakukan secara acak tanpa dasar penangkapan yang jelas. Kemudian terjadi negosiasi antara warga dengan Danramil yang datang ke lokasi dengan didampingi oleh tiga orang anggotanya yang bersenjata,” tulis laporan tersebut.
Discussion about this post