BANDA ACEH – Lebih dari 30 orang pelari dari berbagai profesi dan latar belakang serta dari berbagai daerah di Indonesia akan berlari pada tanggal 14 Januari 2023 di Sabang, dalam rangka mengkampanyekan “Zero Thalassemia” di Aceh.
Para pelari akan menempuh jarak sekitar 47 kilometer dan finish di titik “Nol Kilometer Indonesia”. Target kegiatan tersebut membantu penyintas thalasemia di Aceh dan meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia mengenai bahaya thalasemia.
“Ini merupakan kegiatan amal untuk meningkatkan kesadaran akan bahaya thalasemia dan untuk mengurangi angka kelahiran thalasemia mayor di Aceh,” ujar Nurjannah, Founder Yayasan Darah untuk Aceh (YDUA) di Banda Aceh, Selasa 10/1/2022.
Selain itu, kata dia, kegiatan bertajuk “Run For Zero Thalassemia” ini juga dilaksanakan untuk membantu memfasilitasi para penyintas thalasemia di Aceh yang setiap bulan harus melakukan transfusi darah secara rutin di RSUD Dr. Zainoel Abidin.
“Kami mengajak para pelari baik dari beberapa daerah mendukung kampanye kami dengan berlari dan menggalang dana untuk para penyintas thalasemia di Aceh,” ujar Nurjannah.
Saat ini, total dana yang sudah terkumpulkan mencapai Rp 196.838.172. Nurjannah juga menyebutkan, bagi yang ingin menyumbang bisa mengakses link: https://ayobantu.com/campaign/zerothalassemia
Nicky Hogan, salah satu pelari yang ikut berpartisipasi menyatakan, ia bersama pelari lainnya mengikuti kegiatan ini untuk membantu meringankan beban para penyintas thalasemia di Aceh.
“Akibat thalasemia, kebahagiaan dirampas, kehidupan direnggut, bahkan pada usia dini. Namun masih ada yang dapat kita lakukan, selalu akan ada harapan, untuk mengembalikan kebahagiaan itu, untuk mempertahankan kehidupan itu. Dan kami akan berlari untuk itu,” ujarnya.
Thalasemia merupakan penyakit keturunan (genetik) yang belum ada obatnya, di mana salah satu upaya penyembuhannya adalah dengan transplantasi sumsum tulang belakang.
- Namun upaya untuk memperbaiki “pabrik” darah ini, sangat mahal biayanya dan memakan waktu yang lama. Transfusi darah secara rutin biasanya dilakukan sebulan sekali atau kurang, sedangkan efek sampingnya adalah terjadi penumpukan zat besi di dalam darah pasien. Untuk mengurangi zat besi dalam tubuh, pasien juga harus rutin minum obat setiap hari. Biaya transfusi darah dan obat-obatan yang harus dikonsumsi itu tergolong besar, apalagi hal itu rutin dilakukan seumur hidup.
Pelari Akan Kampanyekan “Zero Thalassemia” Aceh di Sabang
BANDA ACEH – Lebih dari 30 orang pelari dari berbagai profesi dan latar belakang serta dari berbagai daerah di Indonesia akan berlari pada tanggal 14 Januari 2023 di Sabang, dalam rangka mengkampanyekan “Zero Thalassemia” di Aceh.
Para pelari akan menempuh jarak sekitar 47 kilometer dan finish di titik “Nol Kilometer Indonesia”. Target kegiatan tersebut membantu penyintas thalasemia di Aceh dan meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia mengenai bahaya thalasemia.
“Ini merupakan kegiatan amal untuk meningkatkan kesadaran akan bahaya thalasemia dan untuk mengurangi angka kelahiran thalasemia mayor di Aceh,” ujar Nurjannah, Founder Yayasan Darah untuk Aceh (YDUA) di Banda Aceh, Selasa 10/1/2022.
Selain itu, kata dia, kegiatan bertajuk “Run For Zero Thalassemia” ini juga dilaksanakan untuk membantu memfasilitasi para penyintas thalasemia di Aceh yang setiap bulan harus melakukan transfusi darah secara rutin di RSUD Dr. Zainoel Abidin.
“Kami mengajak para pelari baik dari beberapa daerah mendukung kampanye kami dengan berlari dan menggalang dana untuk para penyintas thalasemia di Aceh,” ujar Nurjannah.
Saat ini, total dana yang sudah terkumpulkan mencapai Rp 196.838.172. Nurjannah juga menyebutkan, bagi yang ingin menyumbang bisa mengakses link: https://ayobantu.com/campaign/zerothalassemia
Nicky Hogan, salah satu pelari yang ikut berpartisipasi menyatakan, ia bersama pelari lainnya mengikuti kegiatan ini untuk membantu meringankan beban para penyintas thalasemia di Aceh.
“Akibat thalasemia, kebahagiaan dirampas, kehidupan direnggut, bahkan pada usia dini. Namun masih ada yang dapat kita lakukan, selalu akan ada harapan, untuk mengembalikan kebahagiaan itu, untuk mempertahankan kehidupan itu. Dan kami akan berlari untuk itu,” ujarnya.
Thalasemia merupakan penyakit keturunan (genetik) yang belum ada obatnya, di mana salah satu upaya penyembuhannya adalah dengan transplantasi sumsum tulang belakang.
Namun upaya untuk memperbaiki “pabrik” darah ini, sangat mahal biayanya dan memakan waktu yang lama. Transfusi darah secara rutin biasanya dilakukan sebulan sekali atau kurang, sedangkan efek sampingnya adalah terjadi penumpukan zat besi di dalam darah pasien. Untuk mengurangi zat besi dalam tubuh, pasien juga harus rutin minum obat setiap hari. Biaya transfusi darah dan obat-obatan yang harus dikonsumsi itu tergolong besar, apalagi hal itu rutin dilakukan seumur hidup.
Discussion about this post