Banda Aceh – Beberapa hari yang lalu Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) sudah menyerahkan kepada Mendagri tiga nama calon penjabat (Pj) Gubernur Aceh.
Nama-nama yang kini sedang dipertimbangkan Mendagri Tito Karnavian ada tiga yaitu Indra Iskandar, Safrizal ZA, dan Ahmad Marzuki.
Presiden harus memastikan nama Pj Gubernur Aceh pada minggu pertama bulan Juli 2022, karena Nova Iriansyah akan berakhir masa baktinya sebagai Gubernur Aceh pada 5 Juli 2022.
Wakil Ketua DPRA, Safaruddin SSos MSP menjelaskan, ketiga nama yang diajukan merupakan rekomendasi dari beberapa fraksi di DPRA.
“Tanggal 20 (Juni 2022), sudah ketemu dengan Pak Tito.
Saat pertemuan itu kita sudah sampaikan nama-nama calon Pj Gubernur Aceh yang telah direkomendasi DPRA.
Indra Iskandar merupakan putra Aceh yang saat ini menjabat sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).
Safrizal ZA juga putra Aceh yang saat ini mengemban amanah sebagai Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayah di Kementerian Dalam Negeri (Adwil Kemendagri).
Sedangkan Mayor Jenderal TNI Achmad Marzuki adalah mantan Pangdam Iskandar Muda (IM) yang sejak 25 Maret 2022, mengemban amanat sebagai Tenaga Ahli Pengkaji Bidang Kewaspadaan Nasional Lemhannas.
Safaruddin mengakui bahwa ketiga nama yang direkomendasikan tersebut sudah memenuhi kriteria yang diinginkan DPRA, yang salah satunya bisa bersinergi dengan DPRA dalam menyelesaikan banyak persoalan Aceh.
“Harapannya, tiga nama ini tidak akan keluar dari Keputusan Presiden dalam menunjuk Pj Gubernur Aceh,” ungkap Safaruddin.
Secara etika politik, Mendagri dan Presiden seharusnya memang memilih salah satu dari tiga nama yang diusul DPRA itu untuk Pj Gubernur Aceh.
Jika ketiga nama itu terabaikan, maka Mendagri dan Presiden bisa dinilai melecehkan DPRA.
Sebab, pengusulan ketiga nama itu bukan inisiatif DPRA, melainkan atas permintaan Mendagri melalui surat tertanggal 14 Juni yang dikirim ke DPRA.
Jika yang terpilih sebagai pj bukan salah satu dari tiga nama itu, bisa jadi juga Pusat dianggap mengirim “penyakit” ke Aceh.
Yang paling penting juga, seperti diingatkan Mendagri Tito Karnavian, bahwa semestinya para penjabat wali kota, bupati, dan gubernur nantinya tidak terseret korupsi.
Tito mengatakan, para penjabat kepala daerah semestinya tidak korupsi karena mereka menjabat tanpa biaya politik, tidak seperti pencalonan kepala daerah dari partai politik dalam proses pemilihan langsung oleh rakyat.
“Salah satu dampak negatif dari pilkada langsung itu membutuhkan biaya tinggi untuk tim sukses, untuk kampanye macam-macam, mahar mungkin, banyak sekali,” ujar Tito.
Mendagri juga menyampaikan, “Ini pun menjadi pertarungan dan menjadi tes tentang sistem demokrasi kita, terutama di daerah”.
Mekanisme pemilihan kepala daerah yang mana yang baik, yang langsung ataukah dipilih DPRD, ataukah mekanisme ditunjuk ini.
” Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri juga mengingatkan bahwa kepala daerah merupakan jabatan yang paling dekat dengan perilaku tindak pidana korupsi.
“Untuk itu para Pj kepala daerah harus menghindari terjadinya fraud saat bertugas.
Pj kepala daerah juga harus memiliki peran penting dalam menjalankan tugas dengan tujuan menjaga stabilitas keamanan dan hukum negara,” tegas Firli.
Peran penting Pj sebagai kepala daerah yang dimaksud Firli di antaranya mewujudkan kepentingan negara, menjamin stabilitas politik dan keamanan, menjamin keselamatan masyarakat dari segala gangguan bencana dan pertumbuhan ekonomi, menjamin kepastian kemudahan investasi dan perizinan berusaha, melaksanakan dan menjamin kelangsungan program pembangunan nasional, serta mewujudkan aparatur yang bebas dari KKN.
Sumber : serambinews.com
Discussion about this post