Setelah menerima draft isi perjanjian, Studer langsung mengirimnya ke Washington DC.
Setelah Kerajaan Aceh mencari bantuan Amerika Serikat, dan menerima surat yang diberikan oleh para utusan Sultan Aceh, naskah draft perjanjian tersebut selanjutnya ditransfer oleh Studer kepada Pemerintah Amerika Serikat di Washington DC pada 4 Oktober 1873. Oleh karena Pemerintah Amerika tidak mau ambil resiko, karena perang Aceh dengan Belanda sedang berlangsung, maka naskah perjanjian itu langsung disimpan di bagian arsio Departemen Luar Negeri Amerika Serikat.
Agaknya, Amerika tidak berani mengambil resiko untuk terlibat perang dengan Belanda, meskipun mendapat hadiah Pulau Weh, yang oleh Sultan sebenarnya dipasang sebagai umpan. Upaya diplomasi sudah tidak berguna lagi. Kini kekerasan yang akan berbicara dan akan dihadapi dengan kekerasan. Penjajahan akan ditantang dengan pengorbanan segala-galanya yang dimiliki. Aceh telah menunjukkan kepada dunia kebulatan tekad mempertahankan kemerdekaannya dengan keuletan berperang melawan penjajah selama lebih dari 30 tahun.
Naskah perjanjian persahabatan antara Kerajaan Aceh dan Amerika Serikat ~ yang oleh Amerika Serikat disebut Proposal of Atjeh – American Treaty ~ ini merupakan kenangan bagi hubungan baik antara Aceh dan Amerika Serikat pada masa yang silam sekaligus merupakan misteri sejarah Aceh yang belum diketahui oleh masyarakat luas.
Dokumen yang berusia ratusan tahun tersebut kini berada di US National Archives. Tersimpan di antara 24 mikrofilm yang mendokumentasikan peristiwa-peristiwa yang terjadi di Singapura dan Malaya yang dilaporkan oleh Konsul Amerika di Singapura.
Ternyata ada dua versi perjanjian Aceh-Amerika Serikat, yaitu versi Aceh dan versi Belanda. Versi Belanda adalah bentuk naskah perjanjian yang telah diedarkan oleh Belanda selama ini. Versi ini dibuat untuk mendiskreditkan Konsul Amerika di Singapura dan Sultan Aceh. Seolah-olah naskah perjanjian tersebut dibuat oleh Mayor G. Studer dan Panglima Tibang Muhammad. Padahal sebenarnya dibuat oleh Tengku Muhammad Arifin, mata-mata Belanda yang sangat licik, dengan mencontoh Perjanjian Brunei-Inggris.
Versi Aceh adalah naskah yang dibuat oleh Sultan Aceh di Bandar Aceh Darussalam setelah Panglima Tibang Muhammad pulang dari Singapura. Meskipun akhirnya naskah tersebut tidak sempat dibawa serta ketika Panglima Tibang mampir ke Singapura untuk kedua kalinya.Â
Adapun perbedaan-perbedaan antara kedua versi itu, yaitu sebagai berikut:
Perang Di Timur Tengah Semenjak Tahun 1967 Sampai Sampai Saat ini,Mungkinkah Damai Terjadi Antara Israel dan Palestina?
Versi Belanda
- Belum dituangkan ke dalam bentuk formal naskah perjanjian.
- Merupakan naskah tunggal yang terdiri atas 12 butir.
- Belum bertanggal
- Dibuat oleh agen Belanda agar dapat menuduh Sultan Aceh mengkhianati Pejanjian Aceh-Belanda 1857 dan menuduh Amerika Serikat turut campur tangan dalam masalah Aceh-Belanda
Isinya mengesankan bahwa:
Dengan adanya perjanjian ini status Aceh berubah menjadi protektorat;
- Sultan membebaskan warga Amerika Serikat dari kewajiban tunduk kepada hukum pengadilan Aceh;
- Sultan memberi hak kepada warga Amerika Serikat untuk membeli dan menjual tanah di daerah kekuasaan Pemerintah Aceh;
- Sultan memberi kelonggaran kepada warga Amerika dalam hal membayar cukai dan pajak, yaitu lima persen lebih murah daripada tarif yang berlaku.
Versi Aceh
Sudah dituangkan ke dalam bentuk naskah perjanjian dan dilengkapi cap Sultan
Merupakan naskah dua bagian, umum dan khusus janji (komitmen) Sultan kepada Pemerintah Amerika. Tiap-tiap bagian terdiri atas 6 pasal.
Sudah bertanggal
Salah satu butir menjelaskan bahwa Sultan secara terus terang menghadiahkan Pulau Weh kepada Amerika Serikat. Harapannya, agar disebarkan keadilan ke seluruh penjuru dan meningkatkan fungsi pulau itu menjadi pelabuhan yang ramai.
Tidak ada hal-hal seperti yang tercantum di dalam versi Belanda
Selanjutnya, di bawah ini disajikan salinan naskah perjanjian Aceh-Amerika Serikat versi Aceh. Diterjemahkan dari bahasa Melayu-Aceh lama ke dalam bahasa Indonesia.
YANG BENAR ADALAH FIRMAN ALLAH JUA
Segala puji bagi Allah, Rabbul Alamin, pemilik alam semesta.
Sangatlah dikehendaki sebuah perjanjian persahabatan dan aliansi untuk mempererat hubungan muhibah dan meningkatkan kerja sama bertolong-tolongan dalam menolak segala bencana, dengan seia sekata dan bersatu hati melakukan segala usaha yang dapat mendatangkan kedamaian dan kebajikan bagi rakyat kedua belah pihak yang tesebut di bawah ini, yang keduanya bersumpah tidak akan mengingkari perjanjian ini untuk selama-lamanya.
MUSYAWARAH BESAR DI BANDAR ACEH DARUSSALAM
Syahdan adalah Seri Paduka Sultan Aceh Mahmud Syah Alaiddin ibnu almarhum Sultan Ali Iskandar Syah, pemilik tahta kerajaan Sumatera, di dalam Bandar Aceh telah memanggil orang-orang besar kerajaan, yang memangku tahta baginda, yaitu kepala-kepala tiga sagi, panglima angkatan laut, hulubalang-hulubalang, alim ulama, mufti, kadi, dan semua cerdik pandai negeri Aceh pada 6 hari bulan Muharram 1920 untuk berunding masalah mengikat perjanjian persahabatan dan aliansi antara Pemerintah Aceh dan Yang Maha Mulia Pemerintah Amerika Serikat.
Dengan hidayah dan taufik Allah semua yang hadir telah bersatu kata dengan hati yang bulat mendukung amanat kita. Maka kita, Sultan Mahmud Syah Alaiddin memberi kuasa kepada waris kita, Tuanku Ibrahim Raja Fakih Ali Pidie, yang sekarang menetap di Pulau Penang untuk mempersiapkan segala sesuatu bagi keperluan mengikat suatu perjanjian yang akan mendatangkan kedamaian dan kebajikan bagi rakyat kita. Tuanku Ibrahim Raja Fakih kita titahkan untuk bermusyawarah juga dengan orang-orang besar Aceh yang berada di Pulau Penang dalam hal membuat suatu perjanjian antara Pemerintah Aceh dan Yang Maha Mulia Pemerintah Amerika Serikat dengan memahami segala surat-menyurat antara kedua pihak pada waktu-waktu yang lalu. Wakil mutlak kita itu segera akan menyusun surat perjanjian tersebut sebagai ganti kita sendiri, di dalam lima bulan terhitung dari tanggal dibuatnya surat perjanjian itu. Di atas surat perjanjian yang telah selesai dibuat itu, kita akan membubuhi tanda tangan dan cap kita.
Saya Tuanku Ibrahim Raja Fakih Ali
menyatakan:
Bahwa antara Yang Maha Mulia Pemerintah Amerika dan Pemerintah Aceh telah diikat sebuah perjanjian persahabatan dan aliansi, yang oleh keduanya dan oleh ahli warisnya turun-temurun tetap dipegang teguh, tidak seorang pun yang ingkar akan segenap isi perjanjian itu.
Pasal 1
Yang Maha Mulia Pemerintah Amerika mengakui bahwa sejak nenek moyangnya Seri Paduka Sultan Aceh telah menerima bendera dari Yang Maha Mulia Sultan Turki. Dalam hal ini Pemerintah Aceh tidak pernah membuangnya atau menukarnya dengan bendera lain, sehingga ia tetap menjadi bendera Aceh untuk selama-lamanya.
Pasal 2
Dan lagi Pemerintah Aceh dengan Yang Mulia India Kompeni pada tahun 1819, pada 22 hari bulan April telah membuat suatu perjanjian, akan tetapi perjanjian tersebut pada tahun 1871 dibatalkan sendiri oleh Pemerintah Inggris dengan tiada suatu kata pun pemberitahuan kepada Pemerintah Aceh; hal ini oleh Pemerintah Aceh diterima dengan diam saja.
Pasal 3
Yang Maha Mulia Pemerintah Amerika mengaku tidak akan menerima, baik dengan cara taslim (menyerah) atau cara mengikat suatu perjanjian persahabatan dari kepala sesuatu daerah atau sesuatu pulau yang masuk di bawah kekuasaan Kerajaan Aceh, baik yang terletak di sebelah pantai timur sampai Pasir Ayam Perdanak, maupun yang terletak di sebelah pantai barat sampai Tiku Pariaman, kecuali dengan persetujuan Pemerintah Aceh.
Pasal 4
Sekiranya sesuatu bangsa melakukan sesuatu kegaduhan untuk mengacau keamanan sebuah daerah yang berada di dalam kekuasaan Pemerintah Aceh, Pemerintah Amerika harus melakukan upaya untuk mencegah atau melakukan tindakan menentang musuh itu dari laut. Segala biaya yang timbul karena tindakan itu ditanggung oleh Pemerintah Amerika sendiri.
Pasal 5
Sekiranya ada kepala atau hulubalang dari sesuatu daerah yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Aceh melakukan tindakan pendurhakaan, Pemerintah Amerika berjanji tidak akan membantu menyediakan alat perang dan amunisi bagi si pendurhaka Sultan Aceh itu.
Pasal 6
Apabila Pemerintah Aceh memerlukan alat-alat perang, maka Pemerintah Amerika akan membantu menyediakannya dan akan dibayar dengan harga yang pantas. Apabila Pemerintah Aceh ingin bersahabat dengan negara lain, Pemerintah Amerika sebaiknya tidak menghalangi dan tidak boleh merasa cemburu dan curiga.
Demikianlah perjanjian setia raya ini dibuat rangkap dua, dan tiap-tiap pihak memegang satu, dengan dibubuhi cap sebagai tanda bahwa perjanjian sudah sah adanya.
Tersurat pada 22 hari bulan Jumadil Akhir 1920, hari Jumat pukul 2 siang, bertepatan dengan 16 hari bulan Agustus 1873.
Cap Sultan
Ikrar Pemerintah Aceh kepada Pemerintah Amerika Serikat
Pasal 1
Yang Maha Mulia Pemerintah Amerika boleh menempatkan seorang konsulnya di dalam negeri Aceh untuk mengurus warga Amerika yang berada di Aceh untuk melindungi mereka.
Bila warga Amerika melakukan sesuatu tindakan kriminil atau antara warga Amerika dan rakyat Aceh terjadi persengketaan maka hakim Aceh-lah yang mengadili perkara itu.
Demikian juga bila rakyat Aceh yang berada di Amerika melakukan sesuatu perbuatan yang melanggar hukum, atau antara mereka dan rakyat Amerika terjadi sesuatu persengketaan maka perkara itu akan diadili oleh hakim Amerika di pengadilan Amerika.
Pasal 2
Apabila rakyat Aceh melakukan sesuatu pelanggaran hukum di daerah Aceh, kemudian lari ke Amerika maka aparat keamanan Amerika dapat menangkapnya dan menyerahkan kembali pelarian itu kepada Pemerintah Aceh. Demikian juga apabila warga negara Amerika melakukan sesuatu pelanggaran hukum di negerinya kemudian lari ke daerah Aceh, aparat keamanan Aceh dapat menangkapnya dan menyerahkannya kembali kepada Pemerintah Amerika.
Pasal 3
Apabila musuh dari pihak Sumatera melancarkan perang atau melakukan sesuatu kegaduhan terhadap Pemerintah Amerika, maka Pemerintah Aceh harus memberikan bantuan dan melawan musuh tersebut dari darat. Segala biaya yang timbul karena itu ditanggung oleh Pemerintah Aceh sendiri.
Pasal 4
Pemerintah Amerima dan Pemerintah Aceh bersama-sama melaksanakan pembuatan sebuah mercu suar di pantai karang yang bernama Batu Burok di daerah Pidie dan melaksanakan perlindungan terhadap perniagaan, jiwa, dan hak milik semua bangsa; tiap-tiap pihak menanggung separuh dari biayanya. Kepada kapal-kapal dan sampan yang melalui daerah itu dikenakan pembayaran. Pemerintah Aceh dan Pemerintah Amerika masing-masing akan mendapat bagian separuh dari hasil yang masuk.
Pasal 5
Tuduhan Belanda bahwa Pemerintah Aceh memperjualbelikan budak tidak benar sama sekali. Pemerintah Aceh, baik dahulu maupun sekarang tidak pernah melakukan hal itu. Dan juga untuk masa yang akan datang Pemerintah Aceh tidak akan melakukannya.
Pasal 6
Seri Baginda Sultan Aceh akan menghadiahkan kepada Yang Maha Mulia Pemerintah Amerika sebuah pulau yang bernama Pulau Weh, yang terletak berhadapan dengan Bandar Aceh; Pemerintah Amerika dapat mengibarkan benderanya di atas pulau tersebut. Kepadanya diharap akan menyebarkan keadilan ke serata pelosok, memperlakukan penduduk dari segala bangsa, baik yang menetap maupun yang datang-pergi dengan baik, serta memberikan perlindungan kepada mereka, begitu juga kepada kapal-kapal yang masuk ke pulau itu, sehingga dengan demikian Pulau Weh menjadi ramai dan makmur,
Demikianlah surat perjanjian ini dibuat rangkap dua, dan tiap-tiap pihak memegang satu, di atasnya dibubuhi tanda tangan dan cap dari tiap-tiap pihak, sebagai tanda bahwa perjanjian sudah sah adanya.
Tersurat pada 22 hari bulan Jumadil Akhir 1290, hari Jumat, pukul 2 siang hari, bertepatan dengan 16 hari bulan Agustus 1873.
Discussion about this post