Banda Aceh – Sriwahyuni, seorang perempuan 37 tahun asal Aceh yang mengalami kekerasan berupa penyiraman air panas di Malaysia, akhirnya bisa kembali ke kampung halamannya, Rabu, 25 September 2024. Kondisi fisiknya yang parah, dengan luka bakar di sebagian besar tubuhnya, membuatnya membutuhkan perawatan intensif. Bantuan datang dari Marlina binti Usman, yang akrab disapa Kak Na, istri dari Muzakir Manaf (Mualem), yang berperan penting dalam memfasilitasi kepulangan Sriwahyuni.
Setibanya di Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda, Blang Bintang, Aceh Besar, Sriwahyuni dan anaknya yang berusia 4 tahun, bersama dua pendamping dari Malaysia, disambut langsung oleh Kak Na. Dari bandara, Sriwahyuni yang berstatus janda itu segera dibawa ke RSUD Zainoel Abidin (RSUDZA) untuk mendapatkan perawatan medis lebih lanjut, setelah melalui perjalanan panjang dari Malaysia.
Kronologi Bantuan dan Kepulangan
Sriwahyuni, warga asal Mane Tunong, Kecamatan Muara Batu, Aceh Utara, awalnya bekerja di Malaysia sebagai tenaga kerja wanita (TKW) untuk menghidupi keluarganya. Namun, nasib tragis menimpanya saat ia menjadi korban penyiraman air panas oleh seseorang. Kondisinya yang terluka parah dan melepuh membuatnya kesulitan mendapatkan perawatan yang memadai di sana.
Kak Na menerima kabar tersebut beberapa hari setelah kejadian melalui telepon. “Saya mendapat informasi bahwa ada seorang perempuan asal Aceh yang menjadi korban kekerasan di Malaysia. Ketika saya melihat foto dan videonya, saya sangat prihatin dengan kondisinya. Luka bakarnya sangat serius,” ungkap Kak Na kepada media ini, Rabu malam.
Setelah mendapatkan kabar itu, Kak Na segera bergerak. Ia mengurus segala keperluan kepulangan Sriwahyuni, mulai dari tiket perjalanan hingga biaya untuk membawa anak korban dan dua pendampingnya. “Kami memulangkan dia ke Aceh agar bisa mendapatkan pengobatan yang lebih baik dan supaya lebih dekat dengan keluarganya,” tutur Kak Na.
Sriwahyuni menceritakan bahwa meskipun ada beberapa pihak di Malaysia yang menawarkan bantuan, mereka meminta sejumlah uang sebagai syarat untuk memulangkannya. Dalam kondisinya yang tak berdaya dan tanpa penghasilan, Sriwahyuni tidak mampu memenuhi permintaan itu.
“Saya merasa sangat bersyukur atas bantuan ini. Tanpa Kak Na, saya tidak tahu kapan dan bagaimana saya bisa pulang ke Aceh,” ujar Sriwahyuni dengan penuh haru.
Perjuangan TKW dan Risiko di Luar Negeri
Kisah Sriwahyuni mencerminkan banyaknya tantangan yang dihadapi tenaga kerja wanita (TKW) di luar negeri, terutama mereka yang bekerja di sektor informal. Situasi kerja yang sering kali tidak terlindungi, serta risiko kekerasan fisik dan emosional, masih menjadi masalah yang dihadapi oleh banyak pekerja migran seperti Sriwahyuni.
Kini, Sriwahyuni memulai perjalanan pemulihannya di Aceh. Perawatan intensif yang dijalani di RSUDZA diharapkan dapat memulihkan luka fisiknya. Dengan dukungan dari berbagai pihak, ia dapat pulih secara emosional dan melanjutkan hidupnya bersama keluarganya di kampung halaman.
Kepulangan Sriwahyuni juga menandakan bahwa masih ada harapan bagi mereka yang mengalami ketidakadilan, dan bantuan dari orang-orang yang peduli dapat mengubah nasib seseorang yang berada dalam kondisi sulit. []
Discussion about this post